Sabtu, 12 Februari 2011

Gebyar Keroncong Semarang


Kamis, 10 Februari 2011

Album OK Gema Majapahit

Selasa, 26 Oktober 2010

TV Online


Widget By: Forantum

Senin, 19 April 2010

Keroncong Musik Jiwa Indonesia

Perkembangan trend musik Indonesia fluktuatif cenderung untuk keprluan keperluan pragmatis (selera sesaat penikmat musik) jauh dari nilai-nilai idealis komunikasi sentimentil yang mengedepankan estetika. Kecenderungan selera pasar musik saat ini mengerah pada musik yang bersifat simple, mudah / bisa ditirukan setiap orang.
     
Betapa tidak, untuk membuat alunan musik para kumpulan (band) anak-anak muda yang marak belakangan ini, modalnya cukup dengan dua buah gitar listrik saja (melodi dan bass), seperangkat drum, ditambah keyboard jika ada, dan bergaya di atas panggung dengan atraksi yang hampir mirip antara satu kumpulan dengan kumpulan yang lainnya. Liriknya pun, seputar cinta menye-menye belaka.
Saya tak bermaksud untuk katakan, bahwa semua kumpulan musik Indonesia hari ini seperti itulah adanya. Tidak juga. Ada juga beberapa kumpulan musik dan penyanyi solo yang tidak begitu. Mereka masih mencoba mencari “jati diri” mereka sendiri dengan kreasi yang berbeda. Menyampaikan pesan-pesan moral dan nilai-nilai luhur bangsa dalam musik mereka, baik dalam lirik atau pun dalam latar video klip.

Tapi, golongan yang terakhir ini, sangat sedikit sekali jumlahnya, masih kurang dalam hitungan sepuluh jari. Semestinya, mereka ini yang diberi apresiasi lebih oleh para stasiun televisi Indonesia.

Itulah fenomena musik “modern” kita hari ini. Di lain sisi, fenomena itu melupakan kita akan khasanah musik hasil cipta bangsa sendiri, salah satunya Keroncong. Padahal, ini adalah sebuah “musik yang kaya”. Lihat saja, berapa alat musik yang mesti dipadu untuk menajakan jenis musik ini? Banyak sekali. Kalau tak cukup perangkat musiknya, maka ia tidak akan bernama musik Keroncong. Liriknya, tak melulu seputar cinta. Pesan-pesan moralnya juga ada disana; imajinya dalam, menyangkut perjuangan, nilai luhur budaya, keyakinan, keteguhan, semangat, dan optimisme.

Untuk menyatakannya sebagai salah satu jenis musik yang berasal dari Indonesia, tentu saja akan mengundang perdebatan. Apalagi bila mau dirunut sejarah dan turunan musik ini. Tapi, untuk membuktikan hal itu sebenarnya tak perlu repot. Cukup lihat dan perhatikan “cengkok” lagu Keroncong ini ketika dinyanyikan. Bangsa mana yang bisa persis seperti bangsa Indonesia ketika menyanyikannya?

Ini sama halnya dengan musik dangdut, ada yang katakan berasal dari India. Tapi, apakah sama warna musik dangdut India dengan dangdut Indonesia? Tak satupun bangsa lain yang bisa menyanyikan lagu dangdut Indonesia sebaik bangsa Indonesia menyanyikannya. Saya pernah lihat sebuah pementasan musik di Kuala Lumpur beberapa tahun yang lalu. Di acara itu, dinyanyikan juga beberapa buah lagu dangdut Indonesia oleh artis-artis Malaysia. Tak satu pun dari mereka yang dapat mengikuti “cengkok” dangdut itu dengan sempurna.

Meski demikian, yang saya salutkan, mereka mewarnai musik dangdut itu dengan latar tari budaya yang mengagumkan dan santun. Kita sendiri, di sini, malah berusaha menciderai citra musik dangdut ini dengan goyang ngebor, goyang patah-patah, dan goyangan tak senonoh lainnya. Akhir-akhir ini, malah tambah parah, muncul juga musik dangdut dengan lirik yang tak pantas. Bagaimana mungkin musik ini akan berkembang dengan baik bila kita sendiri yang berusaha merusaknya?

Lain kasus dangdut, lain pula kasus keroncong. Kalau dangdut kita “berusaha” merusaknya, keroncong kita “berusaha” melupakannya. Ah, soal musik kan soal selera? Boleh jadi. Tapi, tidak seratus persen benar. Persoalan menyukai ini juga persoalan kebiasaan dan membudayakan. Salah satu yang berperan penting dalam usaha melupakan keroncong ini – sekali lagi, maaf – adalah peran para stasiun televisi kita. Merekalah yang jarang – atau malah tidak pernah – melirik lagi musik ini untuk menjadikannya sebuah tayangan yang bernilai.

Maka, jangan salahkan orang lain, bila suatu waktu keroncong juga “dicuri” oleh bangsa lain. Kitalah yang salah, karena tak “berusaha” mencintainya. Jangan salahkan orang lain, kalau lima tahun yang akan datang tak ada lagi orang Indonesia yang pandai menyanyikan lagu keroncong. Salah kita sendiri.

Saya kira, dalam istilah Melayu, keroncong ini adalah salah satu “permata yang ada dalam genggaman”, tapi kita masih saja berusaha mencari “kaca yang bersadur keemasan”. Tak salah saya kira, sebelum terlambat, mulai hari ini, kita gali kembali potensi musik ini lebih dalam. Membiasakannya, membudayakannya. Jangan gagap lagi untuk berkata “I love Keroncong”. Kalau citra musik ini melekat pada kita, tak perlu sertifikasi untuk menyatakannya sebagai salah satu hasil cipta anak bangsa, budaya kita.

Jangan sia-siakan perjuangan pahlawan kita. Untuk mempertahankan budaya luhur bangsa ini salah satu alasan mereka berjuang. Apa yang tak mereka korbankan untuk itu? Sampai-sampai, mereka katakan juga bahwa “kami sudah beri kami punya jiwa…”

Sekilas Orkes Gema Majapahit

Gema Majapahit sebuah kelompok orkes keroncong dari daerah Mranggen Kabupaten Demak Jawa Tengah pimpinan Sudi Wahono. Dalam kiprahnya didunia musik, kelompok ini menitik beratkan peranan musik keroncong sebagai musik penghibur diri (rekreatif). Maksudnya para musisi dan penyanyi dalam memainkan punya misi menghibur diri sendiri baik indifidu maupun secara kelompok. Dalam perkembangannya kelompok musik ini selalu mengakomodasi reques dari anggota dan penggemarnya yang beragam selera untuk menghibur diri maka pada setiap tampilan konser Gema Majapahit berusaha tampil sebagai kelompok keroncong penghibur dengan selera warna-warni.

Para penyanyi yang mendukung OK. Gema Majapahit : M. Azhar, Sudi Wahono, Rohmi Sutaryo, Cholif, Suharno, Sungkono RA dan Tri Murdayanti.
Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme. Pada tiap lirik lagu-lagu berirama keroncong diwarnai tema-tema yang membangkitkan jiwa patriotis berupa ungkapan keindahan alam semesta Indonesia, ungkapan rasa suka cita dan terkadang lagu-lagu jenaka yang mampu mengmbangkan senyum pendengarnya.

Keroncong adalah sejenis musik Indonesia yang memiliki hubungan historis dengan sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado. Sejarah keroncong di Indonesia dapat ditarik hingga akhir abad ke-16, di saat kekuatan Portugis mulai melemah di Nusantara. Keroncong berawal dari musik yang dimainkan para budak dan opsir Portugis dari daratan India (Goa) serta Maluku. Bentuk awal musik ini disebut moresco.

Keroncong dikatakan bermula di Pulau Jawa pada abad ke-16 sewaktu pengaruh Portugis mula bertapak di kawasan Tenggara Asia. Ketika itu, seni muzik gamelan digemari di seluruh Pulau Jawa. Alat-alat muzik Barat telah digunakan untuk memainkan lagu-lagu daerah termasuk gamelan.Proses penyesuaian ini mengambil masa yang lama. Hasilnya seni muzik keroncong menjadi sempurna pada akhir abad ke-19. Namun begitu corak muzik keroncong ini berubah dari semasa ke semasa.

Bentuk seni keroncong dengan seni muzik gamelan mempunyai beberapa aspek yang hampir sama misalnya rentak dan bentuk melodinya. Muzik gamelan dimainkan dengan cara yang teratur, tetapi muzik keroncong dapat ditokok tambah mengikut perasaan pemain-pemainnya.
 
Muzik keroncong berkembang ke Malaysia dengan kedatangan orang-orang Jawa pada awal abad ke-20. Dikalangan kaum Baba dan Nyonya, lagu keroncong sangat digemari. Di Indonesia, ramai keturunan Cina yang meminati lagu keroncong dan ada antara mereka yang menjadi pencipta terkenal.
 
Alat melodi dan bentuk suara yang digunakan dalam persembahan keroncong juga lebih luas. Alat Musik keroncong yang dipergunakan OK. Gema Majapahit : Gitar akustik (Pak Giri), Biola (Pak Budi), Seruling/Flute (Pak Junaidi), Double Bass (Kawul Suwarno), Cello (Mas Gun), Cuk (Hengky Birawan) dan Crang (Suharno).
 
Gema Majapahit eksis sebagai musik keoncong di kota Semarang yang tampil untuk keperluan hajatan hiburan pernikahan dan khitanan. Partisipasi Gema Majapahit dalam event yang diselenggarakan HAMKRI seperti Warna-warni Keroncong dan Warung Keroncong mendapat apresiasi yang memuaskan penonton penggemar musik keroncong. 
 
Perhelatan Perayaan HUT Kemerdekaan RI pada tahun 2009 OK. Gema Majapahit tampil mengibur di TVRI Jawa Tengah setelah tayangan upacara penurunan Bendera Pusaka. TV Borobudur dan RRI Semarang beberapa kali memberikan kesempatan kepada OK. Gema Majapahit untuk mempersembahkan alunan syair dan melodi yang menghibur pendengar.



ShoutMix chat widget